Search This Blog

Wednesday, May 29, 2013

Kerja Sebagai ibadah


ORGANISASI SEBAGAI TEMPAT IBADAH
            Seorang khalifah atau kepala negara dan seorang pedagang susu yang sama-sama meyakinkan bahwa bekerja adalah tidak sekedar meraih keuntungan dunia, membuat kualitas kerja mereka begitu profesional dan mengagumkan.
            Sangat sulit bahkan tidak bisa kita temui di zaman seperti ini ada seorang kepala negara yang setiapmalam berkeliling di wilayah kekuasaannya untuk melihat langsung aktivitas warganya sekaligus mencari tahu masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat.

Kerja Adalah Ibadah
Tiga tingkatan kerja, yaitu: pertama, kerja sebagai kerja tanpa visi hanya menjalani hidup; Kedua, kerja sebagai upaya untuk mendapatkan laba atau gaji semata; ketiga, kerja sebagai ibadah.
Untuk level pertama, yakni kerja sebagai kerja sepertinyatidak perlu banyak dibahas, karena sudah jelas. Sementara bekerja untuk mendapatkan laba dan bekerja untuk beribadah adalhah bahasan utama. Bekerja untuk mendapatkan laba hanya untuk visi dunia, yang terpentina bagaimana mendapakan keuntungan atau laba bahkan kalau perlu menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.
Akan tetapi, jika kerja diposisikan sebagai ibadah, maka selain keuntungan dunia yang dicari juga kebahagiaan akhirat.

Membalik Paradigma
Banyak yang memahami bahwa ibadah adalah berupa solat, puasa, zakat, dan haji saja, padahal defenisinya tidak sesempit itu. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Ibadah itu terkait dengan kewajiban melaksanakan syariat islam, amalan sunah, muamalah, kebaikan universal, akhlak terhadap Allah, dakwah, dan pekerjaan yang dilakukan dalam kerangka kebaikan. Dengan demikian , kerja dalam kerangka kebaikan misalnya mencari nafkah, berbisnis, dan sebagainya dengan cara yang halal adalah bagian yang disepakati  ulama sebagai ibadah kepada Allah.
Ketika bekerja adalah ibadah, maka tempat bekerja adalah tempat ibadah. Oleh karenanya, tempat ibadah tidak sebatas masjid atau mushalla.seorang bankir melayani nasabah, tapi hatinya sujud dan tunduk kepada Allah.

Konsekuensi Ibadah
            Diantara konsekuensi dari memposisikan kerja sebagai ibadah adalah:
1.      Ma’iyatullah
2.      Muraqabatullah
3.      Allah sebagai ghoyyah
Ma’iyyatullah adalah rasa kebersamaan dengan Allah, jika seseorang bekerja dan meyakini bahwa Allah itu dekat, maka ada keinginan untuk membuktikan kepada Allah untuk bisa bekerja dengan baik. Hal yang juga penting adalah muraqabatullah, merasa diawasi Allah. serta menjadikan Allah sebagai tujuan (ghoyyah) dari apa yang dia kerjakan.
Ketiga hal di atas menghasilkan karakter kesungguhan dan keikhlasan. Ikhlas menjadi etos kerja yang khas dalam islam.tanpa nilai keikhlasan, kerja yang bernilai ibadah tidak akan mendapat pahala dan keberkahan Allah.

Membuat Kerja Menjadi Ibadah
            Dalam sebuah kesempatan, para sehabat memuji salah seorang temannya dihadapan Nabi muhammad SAW. Karena kesungguhan dalam beribadah, akan tetapi tidakmau bekerja untuk dunia. Mereka mengatakan, “kami menemaninya dalam bepergian dan kami menemukan ada orangsetelah Nabi yang lebih tekun beribadah. Dia tidak beranjak dan salat dan tidak pernah meninggalkan puasa”, Rasulullah bertanya kepada mereka, “siapa yang menopang kehidupannya?” Rasulullah bersabda “ kalian lebih ahli ibadah dibandingkan dia”.
            Dengan bekerja orang dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga, dapat berkontribusi di masyarakat yang membutuhkannya, dan dapat menopang kebutuhan spritualnya. Tanpa bekerja, maka salat, puasa, dan haji, serta ibadah lainnya akan sulit ditunaikan. Bekerja karena motif ibadah akan membangkitkan energi tambahan, karena akan menghasilkan kualitas kerja yang terpacu untuk mendapatkan pahala dari bekerja itu sendiri dan terdorong untuk memenuhi perintah Allah yang lain yang tidak bisa dilaksanakan kecuali harus bekerja terlebih dahulu. Dengan energi tambahan itulah kemudian diyakini bahwa bekerja dengan semangat spiritual akan lebih meningkatkan produktivitas.

No comments:

Post a Comment