ORGANISASI SEBAGAI TEMPAT IBADAH
Seorang khalifah atau kepala negara dan seorang pedagang susu yang
sama-sama meyakinkan bahwa bekerja adalah tidak sekedar meraih keuntungan
dunia, membuat kualitas kerja mereka begitu profesional dan mengagumkan.
Sangat sulit
bahkan tidak bisa kita temui di zaman seperti ini ada seorang kepala negara
yang setiapmalam berkeliling di wilayah kekuasaannya untuk melihat langsung
aktivitas warganya sekaligus mencari tahu masalah-masalah yang terjadi
dimasyarakat.
Kerja Adalah Ibadah
Tiga tingkatan kerja, yaitu: pertama, kerja sebagai kerja tanpa
visi hanya menjalani hidup; Kedua, kerja sebagai upaya untuk mendapatkan laba
atau gaji semata; ketiga, kerja sebagai ibadah.
Untuk level pertama, yakni kerja sebagai kerja sepertinyatidak
perlu banyak dibahas, karena sudah jelas. Sementara bekerja untuk mendapatkan
laba dan bekerja untuk beribadah adalhah bahasan utama. Bekerja untuk
mendapatkan laba hanya untuk visi dunia, yang terpentina bagaimana mendapakan
keuntungan atau laba bahkan kalau perlu menghalalkan berbagai cara untuk
mencapai tujuannya.
Akan tetapi, jika kerja diposisikan sebagai ibadah, maka selain
keuntungan dunia yang dicari juga kebahagiaan akhirat.
Membalik Paradigma
Banyak yang memahami bahwa ibadah adalah berupa solat, puasa,
zakat, dan haji saja, padahal defenisinya tidak sesempit itu. Menurut Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Ibadah itu terkait dengan kewajiban melaksanakan syariat
islam, amalan sunah, muamalah, kebaikan universal, akhlak terhadap Allah, dakwah,
dan pekerjaan yang dilakukan dalam kerangka kebaikan. Dengan demikian , kerja
dalam kerangka kebaikan misalnya mencari nafkah, berbisnis, dan sebagainya
dengan cara yang halal adalah bagian yang disepakati ulama sebagai ibadah kepada Allah.
Ketika bekerja adalah ibadah, maka tempat bekerja adalah tempat
ibadah. Oleh karenanya, tempat ibadah tidak sebatas masjid atau
mushalla.seorang bankir melayani nasabah, tapi hatinya sujud dan tunduk kepada
Allah.
Konsekuensi Ibadah
Diantara konsekuensi dari memposisikan kerja sebagai ibadah adalah:
1.
Ma’iyatullah
2.
Muraqabatullah
3.
Allah
sebagai ghoyyah
Ma’iyyatullah adalah rasa kebersamaan dengan Allah, jika seseorang
bekerja dan meyakini bahwa Allah itu dekat, maka ada keinginan untuk
membuktikan kepada Allah untuk bisa bekerja dengan baik. Hal yang juga penting
adalah muraqabatullah, merasa diawasi Allah. serta menjadikan Allah sebagai
tujuan (ghoyyah) dari apa yang dia kerjakan.
Ketiga hal di atas menghasilkan karakter kesungguhan dan
keikhlasan. Ikhlas menjadi etos kerja yang khas dalam islam.tanpa nilai
keikhlasan, kerja yang bernilai ibadah tidak akan mendapat pahala dan
keberkahan Allah.
Membuat Kerja Menjadi Ibadah
Dalam sebuah kesempatan, para sehabat memuji salah seorang temannya
dihadapan Nabi muhammad SAW. Karena kesungguhan dalam beribadah, akan tetapi
tidakmau bekerja untuk dunia. Mereka mengatakan, “kami menemaninya dalam
bepergian dan kami menemukan ada orangsetelah Nabi yang lebih tekun beribadah.
Dia tidak beranjak dan salat dan tidak pernah meninggalkan puasa”, Rasulullah
bertanya kepada mereka, “siapa yang menopang kehidupannya?” Rasulullah bersabda
“ kalian lebih ahli ibadah dibandingkan dia”.
Dengan bekerja
orang dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga, dapat berkontribusi di
masyarakat yang membutuhkannya, dan dapat menopang kebutuhan spritualnya. Tanpa
bekerja, maka salat, puasa, dan haji, serta ibadah lainnya akan sulit
ditunaikan. Bekerja karena motif ibadah akan membangkitkan energi tambahan,
karena akan menghasilkan kualitas kerja yang terpacu untuk mendapatkan pahala
dari bekerja itu sendiri dan terdorong untuk memenuhi perintah Allah yang lain
yang tidak bisa dilaksanakan kecuali harus bekerja terlebih dahulu. Dengan
energi tambahan itulah kemudian diyakini bahwa bekerja dengan semangat
spiritual akan lebih meningkatkan produktivitas.
No comments:
Post a Comment