Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Tidak
dapat dibnantah lagi bahwa kemiskinan merupakan masalah besar bagi umat
manusia. Begitu juga bagi bangsa indonesia. Kemiskinan dari waktu yang lama
telah menyebabkan bangsa indonesia menjadi sangat terpuruk terlebih pasca
krisis moneter tahun 1997, sehongga untuk menanggulangi masalah yang serius ini
harus ada langkah-langkah yang sistematis secara terpadu.
Pemerintah
saat ini masih terlihat belum siap dalam upaya menuntaskan kemiskinan walaupun
berbagai langkah pernah ditempuh namun itu hanya bersifat tambal sulam. Di satu
sisi, pemerintah belum bisa melepaskan diri dari utang luar negri berbasis
bunga, sehingga hutang menjadi salah satu sumber utama pembiayaan APBN. Namun
di sisi lain, hutang luar negri yang belum terserap jumlahnya juga tidak sedikit.
Berdasarkan fakta dan kenyataan diatas jelas bahwa dengan mengandalkan APBN
tidak akan pernah bisa menuntaskan kemiskinan yang ada, untuk itu perlu ada
suatu upaya dalam bentuk penggalangan dana yang bersumber dari dalam negri
melalui bentuk-bentuk instrumen seperti zakat, infaq, dan sedekah.[1]
Sebagai
bentuk kepedulian islam terhadap kaum yang tidak punya, islam menghadirkan
lembaga zakat, infaq, dan sedekah yang berfungsi mengumpulkan dan
mendistribusikan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahterakan
masyaarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
tafsiran al-qur’an tentang keuangan publik?
2. Apa
asbabun nuzul ayat al-qur’an yang berkaitan dengan keuangan publik?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui Bagaimana tafsiran al-qur’an tentang keuangan publik
2. Untuk
mengetahui asbabun nuzul ayat yang berkaitan dengan keuangan publik
BAB II
A. Zakat
Zakat
merupakan keberkahan, penyucian, peningkatan, dan suburnya perbuatan baik.
Disebut zakat karena dapat memberkahi kekayaan yang dizakatkan dan
melindunginya. Kata zakat juga digunakan untuk menunjukkan jumlah yang
dibayarkan dari dana-dana yang terkena kewajiban zakat,[2]
sebagaimana dalam al-qur’an surat at-taubah ayat 103 dan surat al-muzammil ayat
20. Didalam syari’ah, zakat merupakan suatu kewajiban mengenai dana yang
dibayarkan untuk tujuan khusus dan katagori.
·
Surat
at-taubah ayat 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya: Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.( QS.
At-Taubah: 103).
·
Tafsir
surat at-taubah ayat 103:
خُذْمِنْ أَمْوٰلِهِمْ
(Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka)
Allah memerintahkan kepada Nabi agar
mengambil zakat atau sedekah dari sebagian harta mereka untuk diberikan kepada
yang berhak. Yang dimaksud mereka disini ialah orang yang amalannya masih
bercampur aduk antara amalan yang baik dengan yang buruk. Dapat juga dikatakan
bahwa ayat sebelumnya (Surat At-Taubah:100) berbicara tentang sekelompok orang
yang imannya masih lemah, yang mencampur baurkan antara amalan yang baik dengan
amal yang buruk dalam kegiatannya. Merekapun diharapkan dapat diampuni oleh
Allah.
Salah satu cara pengampunannya
adalah melalui sedekah dan pembayaran zakat. Karena itu, disini Nabi Muhammad
SAW diperintah oleh Allah untuk خُذْ
(ambillah) atas nama
Allah صَدَقَةً (sedekah/zakat), yakni
harta yang berupa zakat atau sedekah yang hendaknya mereka serahkan dengan
penuh kesungguhan dan ketulusan hati. مِنْ أَمْوٰ
لِهِمْ (dari sebagian harta mereka) bukan
seluruhnya, bukan pula sebagian besar, dan tidak juga yang terbaik. أَمْوٰ
لِهِمْ
(harta mereka) sebagai bertujuan memberi rasa tenang kepada pemilik
harta. Tetapi menurut Asy-Sya’rawi, tujuan penenangan itu adalah agar setiap
orang giat mencari harta, karena jika seandainya apa yang dimiliki seseorang
dari hasil usahanya hanya terbatas pada apa yang dibutuhkannya, maka ketika itu
tidak akan lahir dorongan untuk melipat gandakan upaya guna memperoleh harta
melebihi kebutuhan, dan ini akan menjadikan mereka malas, sehingga orang yang
benar-benar tidak mampu bekerja tidak akan memperoleh kebutuhan mereka.
Ada dua sifat yang tumbuh dalam diri
manusia karena keinginan memiliki harta. Sifat yang pertama yaitu tamak, yang
kedua yaitu bakhil atau kikir. Karena kedua sifat inilah manusia ingin mengambil
serta mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan ingin mengeluarkannya kembali
dengan sesedikit-dikitnya, yang pada akhirnya manusia menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Tidak peduli dengan cara yang
mereka lakukan walaupun seringkali cara yang mereka gunakan dapat menyakitkan
orang lain seperti berbohong, menipu dan mencuri. Kadang-kadang tidak keberatan
menganiaya orang lain, asal harta ini jatuh ke tangan kita.
Maka dari itu Allah memerintahkan
Nabi Muhammad SAW untuk تُطَهِّرُهُمْ (untuk
membersihkan dosa mereka), guna untuk membersihkan harta serta jiwa mereka dari
sifat-sifat yang tidak baik tersebut sebagaimana yang telah disebutkan di atas,
akan tetapi ganjaran yang dianugerahkan-Nya bukan hanya pengampunan dosa yang
dinyatakan dengan kata تُطَهِّرُهُمْ, tetapi juga تُزَكِّيْهِمْ
(suci) melipat
gandakan harta yang disumbangkannya itu.
Memang bisa jadi ketika mengusahakan
perolehan harta, seseorang melakukan sesuatu yang kurang wajar, dan menodai
harta yang diperolehnya itu. Dengan berzakat atau bersedekah, noda itu
dikeluarkan dan harta yang berada padanya menjadi bersih, jiwa pemberinyapun
menjadi suci dan hatinya tenang.
وَصَلِى عَلَيْهِمْ اِنَّ صَلَوتَكَ
سَكَنٌ لَهُمْ (dan sholawatkanlah atas mereka,
(karena) sesungguhnya sholawat engkau itu adalah membawa tenteram bagi mereka)
Sesudah Rasulullah diperintahkan
oleh Allah untuk mengambil zakat mereka yang beriman itu, disuruh lagi
Rasulullah SAW memberi sholawat bagi mereka, artinya mendoakan mereka kepada
Allah agar mereka diberi karunia, berkat serta rahmat Allah. Karena
sesungguhnya doa Rasulullah itu sesuatu yang dapat menjadi ketenteraman jiwa
bagi mereka yang selama ini gelisah dan takut akibat dosa-dosa yang mereka
lakukan.
Seperti hadist di bawah ini yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, sebuah hadist dari sahabat Abdullah
bin Abu Aufa yang bercerita, “Kebiasaan Rasulullah SAW, jika menerima
penyerahan zakat dari suatu kaum, maka berdoalah beliau bagi mereka, maka
tatkala ayahku menyerahkan zakatnya kepada beliau, beliau berdoa:
اَللَّهُمَّ
صَلِّى عَلَى اٰلِ اَبِى اَوْفَى
“Ya Allah, berilah sholawatmu kepada
keluarga Abi Aufa”
Juga hadist yang diriwayatkan oleh
An-Nasa’i, ketika seorang mengantarkan zakat seekor untuk yang bagus, beliau
ucapkan:
اَللَّهُمَّ
بَارِكْ فِيْهِ وَفِى إِبِلِهِ
“Ya Allah, berkatilah padanya dan
pada untanya”
Dari hadist di atas sudah jelas
bahwa ketika beliau menyambut penyerahan zakat, orang-orang yang berzakat
merasa sangat tenteram karena zakat yang mereka bawa disambut oleh Rasulullah
dengan muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan sholawat dari Rasulullah
itu menyebabkan barang yang berat menjadi ringan.[3]
وَاللَّهُ
سَمِيْعٌ عَلْيْمٌ (dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha
Mengetahui)
Sesudah Allah memerintahkan
Rasul-Nya supaya zakat umatnya didoakan, selanjutnya mereka didorong untuk
bertaubat, baik setelah meninggalkan amal-amal buruk dan agar selalu
berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui. Dan itu berarti sholawat yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW
kepada orang-orang yang berzakat itu didengar oleh Allah. Oleh karena itu akan
dikabulkan doanya, dan menerima taubat dari hamba-hamba-Nya.[4]
·
Asbabun
nuzul surat at-taubah ayat 103:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW sesudah melepaskan
Abu Lubabah serta 5 orang kawannya, mereka membawa serta harta-harta mereka
kepada Rasulullah seraya mereka berkata, “ambillah dari harta kami dan
bersedekahlah atas nama kami, serta mohon ampun untuk kami!”. Mendengar ucapan
itu Rasulullah SAW pun bersabda: “Saya tidak akan mengambil apa-apa dari
kamu, sehingga dating perintah dari Allah.”
Berkenaan dengan sabda Rasulullah itu, maka turunlah ayat ini. Kemudian
Nabi pun mengambil sepertiga harta dari mereka untuk kemudian menyedekahkannya
tas nama mereka.[5]
·
Surat Al-Muzammil ayat 20
* ¨bÎ) y7/u ÞOn=÷èt y7¯Rr& ãPqà)s?
4oT÷r& `ÏB
ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur
¼çmsWè=èOur
×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB
tûïÏ%©!$#
y7yètB 4
ª!$#ur âÏds)ã
@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4
zOÎ=tæ br&
`©9
çnqÝÁøtéB
z>$tGsù
ö/ä3øn=tæ (
(#râätø%$$sù
$tB
u£us? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$#
4
zNÎ=tæ br&
ãbqä3uy
Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D
tbrãyz#uäur tbqç/ÎôØt
Îû
ÇÚöF{$# tbqäótGö6t
`ÏB
È@ôÒsù «!$#
tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ã Îû
È@Î6y
«!$# (
(#râätø%$$sù
$tB
u£us? çm÷ZÏB 4
(#qãKÏ%r&ur no4qn=¢Á9$#
(#qè?#uäur no4qx.¨9$#
(#qàÊÌø%r&ur
©!$# $·Êös%
$YZ|¡ym
4
$tBur
(#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB
9öyz çnrßÅgrB
yZÏã
«!$# uqèd #Zöyz
zNsàôãr&ur #\ô_r&
4
(#rãÏÿøótGó$#ur
©!$# (
¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî
7LìÏm§
ÇËÉÈ
Artinya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah
ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.
Al-muzammil: 20)
·
Tafsir surat al-muzammil ayat 20
Ketika ayat
pertama surah Al Muzzammil turun, para sahabat mengerjakan salat sesuai dengan
petunjuk-petunjuk dalam ayat 2 sampai dengan 4. Hal itu kadang-kadang
memberatkan, sekalipun salat tahajud itu khusus difardukan kepada Rasulullah
SAW, dan disunahkan bagi umatnya. Banyak di antara para sahabat tidak
mengetahui dengan pasti berapa ukuran 1/2 atau 1/3 malam itu. Sehingga oleh
karena takut luput dari waktu salat malam yang diperintahkan itu, ada di antara
mereka yang berjaga-jaga sepanjang malam. Hal itu amat melelahkan tubuh mereka,
sebab mereka bangun sampai fajar. Tentu saja bangun dan berjaga-jaga demikian
melemahkan fisik. Untuk meringankan itu, Allah menurunkan ayat ini, firman-Nya:
علم أن لن تحصوه فتاب عليكم
Artinya:
………... “Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberikan keringanan kepadamu…”. (Q.S. Al-Muzzammil: 20)
Artinya:
………... “Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberikan keringanan kepadamu…”. (Q.S. Al-Muzzammil: 20)
Dari ayat 20 ini dapat pula
diambil pengajaran lain, bahwa mengerjakan perintah fardu itu tidak boleh
melebihi dari batas ukuran yang ditentukan agar tidak memberatkan diri sendiri.
Oleh karena itu Tuhan memerintahkan bagi yang biasa shalat malam apabila terasa
agak memberatkan boleh dikurangi lama waktunya, sehingga dikerjakan tidak dalam
keadaan terpaksa. Begitulah Allah memudahkan sesuatu yang berat menjadi ringan,
agar seseorang selalu mengerjakan yang mudah itu.
Begitu pula
dalam bacaan salat malam (termasuk Magrib dan Isya), hendaklah dibaca ayat-ayat
yang mudah-mudah saja tetapi bukan berarti yang termudah. Umpamanya seseorang
sahabat bernama Qais bin Hazim salat berjemaah yang diimami oleh Ibnu `Abbas
mengatakan bahwa Ibnu `Abbas membaca beberapa ayat dari permulaan surah Al
Baqarah setelah Al Fatihah. Selesai salat Ibnu Abbas mengajarkan kepada yang
mengikutinya:
فاقرءوا ما تيسر منه”
Artinya:
…… “Bacalah olehmu mana yang mudah dari (ayat-ayat Alquran itu). (H.R. Baihaqy dan Daruquthny)
Artinya:
…… “Bacalah olehmu mana yang mudah dari (ayat-ayat Alquran itu). (H.R. Baihaqy dan Daruquthny)
Berapa ukuran
ayat-ayat yang mudah itu tidak dijelaskan lebih lanjut, demikian pula apakah
untuk salat fardu atau salat tahajud dan sunah-sunah lainnya. Boleh jadi
membaca mana yang mudah dari ayat-ayat Alquran berlaku untuk beberapa salat
wajib dan beberapa salat sunah (seperti salat tahajud).
Kemudian
disebutkan pula uzur (halangan) yang kedua yakni karena sakit, sehingga
diringankan tuntutan mengerjakan salat malam itu. Dan uzur yang ketiga adalah
karena sibuk mencari rezeki di siang hari. Keempat karena sedang berjuang
dengan senjata (fisik) membela dan mempertahankan agama Allah dari serangan
musuh.
Begitulah
dengan faktor-faktor: sakit, sibuk mencari rezeki dan sedang berjihad di jalan
Allah, menyebabkan seseorang terlalu sukar baginya bangun pada malam hari
mengerjakan salat tahajud. Demikianlah pula ternyata ayat ini tidak
membeda-bedakan usaha berjihad mengangkat senjata melawan musuh dengan
berdagang mencari rezeki, sebab keduanya bermanfaat bagi kaum muslimin, asal
dikerjakan menurut perintah Ilahi. Berjuang berarti mempertahankan agama,
sedang berdagang atau berusaha dapat membiayai kegiatan agama (dengan zakat,
sedekah dan lain-lain). Jadi nilainya sama.
Umar berkata:
Umar berkata:
ما من حال يأتيني عليه الموت بعدي
الجهاد في سبيل الله أحب إلي من أن يأتيني وأنا بين شعبتي جمل التمس من فضل الله
وتلا: وآخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله
Artinya:
Tidak ada keadaan (yang lebih aku senangi) datang kepadaku selain dari mati setelah jihad di jalan Allah (hal itu) lebih aku senangi dari pada aku berada antara dua gunung (aku berjalan dan satu tempat ke tempat yang lain) dengan maksud agar aku mendapatkan rezeki/karunia dari Allah. Beliau kemudian membaca firman Allah (yang artinya) “Dan mereka yang lain berjalan di muka bumi untuk mencari karunia Allah”. (H.R. Baihaqy)
Artinya:
Tidak ada keadaan (yang lebih aku senangi) datang kepadaku selain dari mati setelah jihad di jalan Allah (hal itu) lebih aku senangi dari pada aku berada antara dua gunung (aku berjalan dan satu tempat ke tempat yang lain) dengan maksud agar aku mendapatkan rezeki/karunia dari Allah. Beliau kemudian membaca firman Allah (yang artinya) “Dan mereka yang lain berjalan di muka bumi untuk mencari karunia Allah”. (H.R. Baihaqy)
Setelah Allah
menyebutkan tiga sebab yang mendatangkan rukhsah (keringanan) dalam beribadat
pada malam hari yang berarti pula terangkatnya kewajiban salat malam di
masing-masing pundak umat itu, maka ayat ini menyebutkan pula apa yang mereka
kerjakan setelah mendapat keringanan tersebut yakni hendaklah membaca Alquran
dalam salat mana yang mudah-mudah saja.
Disusul pula
dengan perintah menegakkan salat dan mengeluarkan zakat. Selain itu dianjurkan
pula. untuk memberikan pinjaman kepada Allah, dalam bentuk memberikan nafkah
(bantuan) bagi kepentingan fi sabilillah baik sendiri-sendiri maupun secara
bersama-sama. Dengan qirad (bantuan dan pinjaman) itulah agama ini bisa
ditegakkan, urusan sosial kemasyarakatan dapat ditegakkan. Dalam ayat lain
ditambahkan pula keterangan, yakni:
من ذا الذي يقرض الله قرضا حسنا
فيضاعفه له أضعافا كثيرة والله يقبض ويبصط وإليه ترجعون
Artinya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah) maka Allah akan gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Artinya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah) maka Allah akan gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Kemudian
Tuhan menganjurkan supaya memperbanyak sedekah (memberikan harta kepada yang
memerlukannya di luar zakat yang wajib) serta memperbanyak amal saleh.
Apa yang
dinafkahkan dan dikurbankan untuk kepentingan diri sendiri dengan bersedekah
akan diperoleh kembali balasannya di sisi Allah, adalah lebih baik dibandingkan
dengan apa yang dihabiskan untuk kepentingan duniawi, dan dengan demikian
seseorang semakin memperbesar persiapannya untuk menuju kampung yang kekal dan
abadi.
Penutup ayat
ini menganjurkan agar kita memperbanyak istigfar (mohon ampun kepada Allah),
karena dosa dan kesalahan yang kita kerjakan terlalu banyak istigfar yang
diterima Allah itulah yang akan menutup aib seseorang tatkala diadakan
perhitungan dan pertanggungjawaban amal manusia di hadapan Allah kelak.
Allah-lah Yang Maha Pengampun; Dialah yang menutupi dosa seseorang atau
menguranginya. Dialah yang Maha Pengasih, yang tidak lagi seseorang akan
disiksa bilamana tobatnya telah diterima.[6]
·
Kesimpulan
Zakat merupakan
sedekah yang diwajibkan oleh orang yang berlebih hartanya. Telah dijanjikan
oleh Allah bahwa zakat dapat menambah harta dan pahala serta mendapat surga
firdaus sebagai tempat kembali yang abadi. Dipihak lain, penerima zakat
telah ditentukan yang akan terbantukan
dari harta zakat. Inilah kebijakan Allah untuk mewujudkan pemerataan pendapatan
dan kekayaan hamba-Nya yang beriman.
Kalau pada ayat pertama surah
ini Tuhan memerintahkan salat malam, maka ayat penutup ini menunjukkan betapa
pengasihnya Allah kepada hamba-Nya. Dia memberikan keringanan pada hamba-Nya
dengan tidak mewajibkan salat tahajud setiap malam, bila dinyatakan berat
mengerjakannya.
Tuhan menegaskan bahwa Dia
mengetahui sebagian kaum muslimin bersama Nabi mengerjakan salat malam itu
sepanjang 2/3 malam, atau 1/2 nya atau 1/3 nya. Waktu itu masih merupakan
perintah wajib yang tentu saja terkadang-kadang terasa berat.
Di sini diberitahukan pula bahwa
pada hakikatnya Allah sendiri yang mengetahui secara pasti berapa sesungguhnya
lama malam dan siang itu. Manusia tidak mungkin mengetahui secara teliti.
B. Infaq
Infaq
sering diartikan dengan memberi
sebagian harta kepada pihak lain tanpa unsur komersial. Memberi Cuma-Cuma
tersebut juga dapat dikatagorikan sebagai permberian nafkah. Ilmu keuangan
memandang infak sebagai bagian dari arus kas keluar dan (cash out) yang akan
mengurangi persediaan kas yang ada. ,eskipun mengurangi harta seseorang,
prilaku infaq sangat diutamakaan islam, bagaimana di jelaskan dalam surat
al-baqarah ayat 195
·
Surat
al-baqarah ayat 195
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# wur (#qà)ù=è? ö/ä3Ï÷r'Î/ n<Î) Ïps3è=ökJ9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ
Artinya: Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (Qs. Al-baqarah : 195).
·
Tafsir
Surat al-baqarah ayat 195
Orang-orang mukmin
diperintahkan untuk membelanjakan harta kekayaannya untuk berjihad fi
sabilillah dan dilarang menjatuhkan dirinya ke dalam jurang kebinasaan karena
kebathilannya. Jika sesuatu kaum menghadapi peperangan sedang meraka kikir,
tidak mau membiayai peperangan itu, maka perbuatannya itu berarti membinasakan
diri mereka saja.
Menghadapi jihad
dengan tidak ada persiapan dan persediaan yang lengkap dan berjihad
bersama-sama dengan orang-orang yang lemah iman dan kemauannya, niscaya akan
membaya kepada kebinasaan. Dalam hal infaq fisabilillah orang harus mempunyai
niat yang baik, agar dengan demikian ia akan selalu memperoleh pertolongan dari
Allah.[7]
·
Asbabun
Nuzul Surat al-baqarah ayat 195
Ayat ini
diturunkan sehubungan dengan hukum member nafkah kepada istri, anak dan
keluarga. Sebab pada saat itu tentang nafkah belum diatur sedemikian rupa,
sehingga masihada kesimpangsiuran. (HR.
Bukhori dan Kudzaifah)
Ketika islam
berkembang dengan pesat dan mengalami kejayaan, sementara pengikutnya semakin
banyak, para shahabat anshar berbisik-bisik di antara mereka dengan mengatakan:
“harta benda kita telah habis untuk mempertahankan dan memperjuangkan islam”.
Dan Allah pun telah member kejayaan. Bagaimana kalau kita memperbaiki tarap
hidup kita dengan mengadakan usaha (bekerja) kembali. Sehubungan dengan
pemikiran pra shahaba anshari ini Allah menurunkan ayak ke 195 surah al-baqarah
sebagai ketegasan bahwa orang muslim tidak dibenarkan hanya bertopang dagu,
bermalas-malasan bekerja. Untuk itu mereka wajib mencari nafkah untuk keluarga
dan anak-anaknya dengan berusaha, jangan sampai mereka terjerumus ke jurang
tahlukah (meninggalkan kewajiban). (HR.
Abu dawud, Tirmidji, Ibnu Hibban, Hakim dan yang lainnya dari Abi Ayyub
al-anshari. Menurut imam tarmidji hadis ini adlah shahi).
Pada ketika itu
orang-orang anshar sudah termasyur dalam kategori orang-orang yang suka
mengeluarkan sedekah dengan harta kekeyaan yang mereka miliki. Disaat musim
panas, dikala musim pacekik terjadi mereka tidak lagi memberikan sedekah.
Kejadian seperti inilah yang melatar belakangi turunnya ayat 195 yang merupakan
teguran bagi orang-orang anshar tersebut, yaitu jangan sampai mereka terjerumus
kejurang tahlukah (meninggalakan kewajiban) hanya karena ingin menumpukkan
harta sehingga meninggalkan sedekah. (HR.
Thabrani dengan sanad yang shhih dari abi jubairah Dlahak)
Pada saat itu ada
seserang yang beranggapan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa-dosa yang
telah dilakukannya, sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 195 yang
berbunyi و لا تلقوا بايديكم الى التهلكة = dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, yang secara tegas dalam
kelengkapan ayat ini Allah SWT memerintahkan agar berbuat kebajikan sebagai
tebusan dari amal kejelekan yang pernah diperbuat. (HR, Tabrani dengan sanad yang shahi dan kuat dari nu’man bin basyir.
Hadis ini diperkuat oleh Imam Hakim dan Barra’)[8]
Para shahabat Nabi
SAW pada saat itu banyak yang mengikututi peperangan yang didadak oleh
Rasulullah SAW dengan melupakan nafkah. Ada kalanya mereka melupakan diri
sendiri dan ada kalanya mereka melupakan nafkah keluarga. Oleh sebab itu Allah
SWT memerintahkan agar mereka menafkahkan harta kekeyaannya untuk diri sendiri
dan dan untuk keluarga, jangan sampai
mereka jauh terjerumus ke jurang tahlukah (msninggalkan kewajiban), yaitu
dengan menahan lapar, dahaga dan banyak melekukan perjalanan. Allah SWT
memerintahkan kepada merekauntuk memberikan nafkah baik unuk diri sendiri,
maupan keluarga dengan menurunkan ayat 195. (HM. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir
dari Abdullah bin iyasy dari Zai Bin Aslam.
Ayat yang ke 195 berbunyi و لا تلقوا بايديكم الى التهلكة dan janganlah kamu
menjatuhkan diri sendiri kedalam kebinasaan diturunkan sehubungan dengan
seseorang yang telah terlanjur banyak melakukan Dosa-dosa, sehingga dia
beranggapan bahwa dosanya tidak mungkin diampuni oleh Allah SWT. Oleh karena
demikian, ayat ini diturunkan untuk memeberi peringatan kepada orang-orang yang
melekukan dosa tersebut dan memberikan penjelasan bahwa Allah selalu menerima
tobat hamba-Nya, asalkan dia mau memperbaiki kejahatannya dengan memperbanyak
amal shaleh. (HR. Ibnu Marduwai dan Ibnu Abi Hatim dari Ubaidah as-Salmani). [9]
·
Surat
al-baqarah ayat 219
*
y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ÌôJyø9$# ÎÅ£÷yJø9$#ur (
ö@è% !$yJÎgÏù ÖNøOÎ) ×Î72 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3
tRqè=t«ó¡our #s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# 3
Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,(QS. Al-baqarah: 219)
·
Kata
Kunci
Yunfiquun : Yang
mereka nafkahkan/infakkan.
Al-khair : Di sini dinamakan harta benda,
dinamakan demikian karena harta itu harus diinfakkan pada jalan kebaikan.
Al-aqrabun : Mereka
adalah anak,
cucu dan saudara.
·
Tafsir
surat al-baqarah ayat 219
Pada ayat tersebut, sebagian kaum
muslimin mengajukan pertanyaan, “yas’aluunaka
maadzaa yunfiquuna.” Perhatian ini pada pertanyaan tentang apa yang
semestinya diinfakkan, termasuk juga jenis barangnya. Jawaban atas pertanyaan
tersebut ada pada QS. Al-Baqarah ayat 219, yaitu yang lebih dari keperluan (al-‘afwu).
Nafkah yang dimaksud dalam ayat ini
yaitu nafkah sunat seperti infak atau sedekah, bukan nafkah wajib seperti
zakat. Sedangkan QS. Al-Baqarah ayat 215 memberikan jawaban tentang skala
prioritas distribusi harta benda. Adapun skala prioritas pemberian harta infak
yaitu, “qul maa anfaqtum-min khairin
falilwalidayni wal-‘aqrabiina wal-yatamaa wal-masakiini wab-nissabiil.”
Semua sasaran tersebut termasuk dalam ikatan solidaritas sosial yang kukuh
antar manusia dalam bingkai akidah yang kuat. Ayat tersebut menghubungkan
berbagai golongan manusia. Sebagian dihubungkan atas dasar hubungan keturunan,
sebagian lagi atas dasar hubungan kekeluargaan, dan sebagian yang lain atas
dasar kasih sayang antar sesama manusia.[10]
Jelas bahwa infak merupakan jaminan
bagi keluarga beserta orang lain. Secara sederhana, disebut sebagai subsidi
silang karena bisa saja terjadi disaat yang lain, si pemberi akan menjadi
penerima, juga sebaliknya. Karena itu Allah memberikan motivasi bagi jiwa-jiwa
yang bersih supaya tergerak untuk memberi infak. Seperti yang dijelaskan pada
kalimat penutup, “wa maa taf’aluu min
khayrin fa’innallaha bihi ‘aliimun.” Terlihat jelas bahwa infak merupakan
cara yang dibenarkan dan masuk dalam kategori kebaikan. Dan setiap kebaikan
tentulah ada pahalanya.[11]
·
Asbabun-Nuzul
Ayat ke-215 diturunkan sehubungan
dengan kaum muslimin yang mengajukan pertanyaan kepada rasulullah SAW: “Wahai
Rasulullah, dimana harta kekayaan harus kami tasarufkan (kami
infakkan)?”.sebagai jawaban dari pertanyaan itu, Allah SWT menurunkan ayat ini
kepada Rasulullah SAW sehingga dengan demikian jelaslah bagi kaum muslimin ke
mana mereka harus menasarufkan harta kekayaan yang dimiliki. (HR. Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij).
Umar bin Jamuh bertanya kepada
Rasulullah SWA: “apakah yang harus kami tasarrufkan, dan kepada siapa kami
harus memberikannya?”. Sebagai jawaban dari pertanyaan itu Allah SWT menurunkan
ayat ke-215. Didalam ayat ini ditegaskan kepada siapa infak harus diberikan,
sehingga kaum muslimin mendapat kejelasan secara pasti di dalam memberikan
infak. (HR. Ibnu Mundzir dari Abi
Hayyan).[12]
·
Kesimpulan
Perang
fisabilillah itu membutuhkan banyak biaya, karena itu pada perang fisabilillah
haruslah orang-orang mukmin menyumbangkan harta kekayaannya, perang
fisabilillah membutuhkan persiapan-persiapan yang lengkap, setelah semua hal
itu diselenggarakan dengan baik, insya Allah pertolongan dari Allah dan dan
kemenangan akan diperbolehkan.
C. Sedekah
Sedekah
merupakan amalan kebajikan dengan memberikan sejumlah harta atau uang kepada
pihak lain dengan tujuan sosial tampa maksud komersial yaitu tidak mengambil
keuntungan materi. Amalan sedekah sangat dianjurkan oleh islam sebagai bukti
kepedulian sesama. Bagi yang bersedekah akan di janjikan pahala oleh Allah, dan
yang mendapat sedekah mendapat kemudahan dalam hidupnya.
·
Surat
Al-baqarah ayat 271
bÎ) (#rßö6è? ÏM»s%y¢Á9$# $£JÏèÏZsù }Ïd (
bÎ)ur $ydqàÿ÷è? $ydqè?÷sè?ur uä!#ts)àÿø9$# uqßgsù ×öyz öNà6©9 4
ãÏeÿs3ãur Nà6Ztã `ÏiB öNà6Ï?$t«Íhy 3
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î6yz ÇËÐÊÈ
Artinya: Jika kamu Menampakkan
sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan
kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka Menyembunyikan itu lebih baik
bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-baqarah: 271)
·
Kata
Kunci
Intubduu : Jika kamu menampakkan tau memperlihatkan pada
umum
As-shadaqah : Sedekah-sedekah yakni yang
sunat
Fani’imma
hiyaa :
Maka itu baik sekali
Wain-tukhfuuhaa : jika kamu sembunyikan atau
rahasiakan
Wayukaffir : dan Allah akan menghapus[13]
·
Tafsir Surat
Al-baqarah ayat 271
Kamu memberikan sedekah yang sunah kepada
orang miskin dengan cara menyembunyikan atau merahasiakanya itu lebih baik
bagimu dari pada menampakkanya dan memberikan kepada orang yang mampu. Adapun
sedekah yang fardu, maka menampakkan lebih utama agar ia menjadi ikutanorang
dan untuk menghindarkan tuduhan yang bukan-bukan. Sedekah fardu atau zakat
hanya diberikan kepada orang-orang miskin.dan Allah akan mengampuni sebagian
dosa kalian. Dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan artinya menyelami
apa-apa yang tersembunyi tak ubahnya dengan yang tampak atau yang lahir, tidak
suatupun yang menjadi rahasia bagi-Nya.[14]
·
Surat Al-Insan ayat 8
tbqßJÏèôÜãur tP$yè©Ü9$# 4n?tã ¾ÏmÎm7ãm $YZÅ3ó¡ÏB $VJÏKtur #·År&ur ÇÑÈ
Artinya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.(QS. Al-insan: 8)
·
Tafsir Mufradat
Ath-Ta’ama : Makanan
Hubbihi :
Yang disukainya
Miskinan : Orang miskin
Yatiman :
Anak yatim
Asiran :
Orang yang ditawarkan.[15]
·
Tafsir surat al-insan ayat 8
Pada beberapa
ayat sebelumnya yakni QS. Al-Insan : 5-7, Allah menjanjikan akan memberikan
pahala surga berupa air kavur yakni mata air surga yang mata airnya putih yang
bau nya sedap dan enak sekali rasanya. Air kavur akan di berikan Allah kepada
mereka yang menunaikan nazar, “Yufuna
binnadzirin.” Jug diberikan kepada orang-orang yang takut akan suatu hari
yang azabnya merata dimana-mana, “wa yakhafuna yauma kanasyarruhu mustathiran.” Allah
juga menjanjikan akan memberi air kavur tersebut kepada mereka yang memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang-orang yang
ditawan, “wa yuth’imunath tha’ama ‘ala
hubbihi miskinan wa yatiman wa asiran.” Padahal air surga tersebut akan
diberikan kepada mereka yang peduli dengan umat yang kekurangan dengan memberikanmlangsung
makanan, “yuth’imunath tha’ama.” Pada
kenyataan nya., orang yang disebut berhak mendapatkan sedekah makanan adalah
orang yang kurang mendapat kehidupan yang layak. Ayat selanjutnya, Alah
menegaskan bahwa sedekah yang diberikan tersebut hanya untk mengharapkan ridha
Allah semata, bukan untuk mendapatkan balasan dari penerima dan tidak berharap
ucapan terima kasih, “nuth’imukum
liwajhillahi lanuridu minkum jazaan wala syukuran.”[16]
Asbabbun Nuzul
Ibnu
Mardawaih rah.a telah menukilkan secara ringkas dari Ibnu Abbas r.humaa, ”
bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ali r.a dan Fathimah r.ha..
”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.humaa. bahwa pada suatu ketika Hasan r.a dan
Husien r.a sedang sakit parah. Maka Ali r.a dan Fatihmah r.ha bernadzar, apabila
kedua anaknya sembuh, mereka akan berpuasa sebagai tanda rasa syukur. Dengan
karunia Allah swt kedua anaknya telah sembuh. Keduanya pun mulai berpuasa
nadzar, akan tetapi dirumah mereka tidak sesuatu untuk makan sahur dan berbuka
puasa. Mereka berpuasa dalam keadaan sangat lapar. Pada pagi harinya, Ali r.a
pergi kepada seorang yahudi yang bernam Syam’un. Ali r.a berkata” jika engkau
ingin menyuruh seseorang untuk memintal wol dengan imbalan, maka putri
Rasulullah saw bersedia melakukannya”. Orang yahudi itu menyetujui dengan
ketentuan satu gulung wol diberi diberi imbalan tiga sha’ gandum. Pada hari
pertama, Fathimah r.ha memintal sepertiga bagian wol, kemudian ia mengambil
satu sha’ gandum, lalu ditumbuk dan dimasaknya menjadi lima potong roti, yakni
untuk Ali r.a, Fathimah r.ha, Hasan r.a, Husien r.a, dan seorang hamba sahaya
perempuannya yang bernama Fidhdhah. Ketika waktu berbuka puasa tiba, dan ketika
Ali r.a pulang dari shalat maghrib berjamaah dengan Rasulullah saw., dan
Fathimah r.ha telah bekerja selama sehari penuh, sekeluarga telah duduk bersama
untuk berbuka puasa. Alas makan telah dibentangkan , diatasnya sudah disiapkan
roti untuk berbuka puasa. Ali r.a mengambil roti untuk dimakannya, tiba- tiba
terdengar seorang fakir berkata dengan keras didepan pintu,
“ wahai
keluarga Muhammad, aku adalah seorang fakir, berilah makanan kepadaku, semoga
Allah swt memberimu makan dari makanan surga.” Ali r.a segera menahan tangannya
dan bermusyawarah dengan Fathimah r.ha. fathimah r.ha berkata,” Berikanlah.” Kemuadian
Ali r.a memberikan semua roti kepada fakir miskin itu, tanpa menyisakan sedikit
pun. Dan mereka tidur setelah berbuka puasa hanya dengan air.
Dalam keadaan seperti itu,
mereka mulai berpuasa pada hari kedua, Fathimah r.ha memintal sebagian wol yang
kedua, dan menerima satu sha’ gandum. Ia menumbuk tepung itu dan memasaknya.
Ketika Ali r.a setelah selesai shalat dengan Rasulullah dan duduk untuk makan
bersama keluarganya , seorang anak yatim meminta-minta didepan pintu sambil
mengatakan bahwa dirinya miskin dan hidup sendirian. Mereka pun menyerahkan
semua roti itu kepada yatim tersebut, dan mereka tidur setelah berbuka hanya
dengan air.
Pada hari
ketiga, Fathimah r.ha memintal sisa wol dan menerima sati sha’ gandum lalu
menumbuk dan memasaknya. Sehabis shalat maghrib ketika mereka duduk untuk
berbuka berpuasa, seorang tawanan datang dan meminta- minta sambil mengatakan
bahwa dirinya dalam kesusahan . mereka pun memberika semua roti itu kepadanya
dan mereka kembali tidur tanpa makan apapun.
Pada hari
keempat mereka memang tidak berpuasa, tetapi dirumah tidak ada sesuatu pun yang
dapat mereka makan. Ali r.a membawa kedua anaknya menghadap Rasulullah saw
dengan berjalan tertatih- tatih karena tidak makan selama berturut- turut.
Rasulullah saw bersabda,” sungguh menyedihkan hatiku melihat kalian menderita
kekurangan dan kesengsaraan . Mari kita temui Fathimah r.h.” Rasulullah saw
menemui Fathimah r.ha yang dilihatnya sedang mengerjakan shalat nafil. Mata
Fathimah r.ha terlihat cekung, perutnya tertarik sampai menempel kepunggung
karena sangat lapar. Rasulullah saw memeluk putrinya dan mendo’akan rahmat
Allah swt baginya dan keluarganya. Pada saat itulah jibril as datang mewahyukan
ayat dia atas.”.[17]
·
Kesimpulan
Sedekah bisa menjadi ikhtiar unutuk mendapaykan
ridha Allah sehingga si pemberi sedekah dapat memperoleh air surga. Juga bagi
sippenerima sedekah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembahasan ayat-ayat
diatas memberikan pelajaran bahwa pertama, setiap orang dapat bersesekah dengan
makanan yang mereka sukai. Kedua, menjadi penyantun setelah bersedekah dengan
tidak menampakkan sedekah tarsebut terus menerus.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zakat merupakan
sedekah yang diwajibkan oleh orang yang berlebih hartanya. Telah dijanjikan
oleh Allah bahwa zakat dapat menambah harta dan pahala serta mendapat surga
firdaus sebagai tempat kembali yang abadi. Dipihak lain, penerima zakat
telah ditentukan yang akan terbantukan
dari harta zakat. Inilah kebijakan Allah untuk mewujudkan pemerataan pendapatan
dan kekayaan hamba-Nya yang beriman.
Kalau pada
ayat pertama surah ini Tuhan memerintahkan salat malam, maka ayat penutup ini
menunjukkan betapa pengasihnya Allah kepada hamba-Nya. Dia memberikan
keringanan pada hamba-Nya dengan tidak mewajibkan salat tahajud setiap malam,
bila dinyatakan berat mengerjakannya.
Perang
fisabilillah itu membutuhkan banyak biaya, karena itu pada perang fisabilillah
haruslah orang-orang mukmin menyumbangkan narta kekayaannya, perang
fisabilillah membutuhkan persiapan-persiapan yang lengkap, setelah semua hal
itu diselenggarakan dengan baik, insya Allah pertolongan dari Allah dan dan
kemenangan akan diperbolehkan
Sedekah
bisa menjadi ikhtiar unutuk mendapaykan ridha Allah sehingga si pemberi sedekah
dapat memperoleh air surga. Juga bagi sippenerima sedekah mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pembahasan ayat-ayat diatas memberikan pelajaran bahwa
pertama, setiap orang dapat bersesekah dengan makanan yang mereka sukai. Kedua,
menjadi penyantun setelah bersedekah dengan tidak menampakkan sedekah tarsebut
terus menerus.
[1] Mohammad
Hidayat, An Introduction To The Sharia
Economic: Pengantar Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010) hal.
312
[2] Azhari
Akmal Tarigan, dkk, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Bandung: Cipta Pustaka, 2006) hal.
[3]
Abdul A’la Al-Mauludi, Esensi Al-Qur’an,
(Bandung: Mizan, 1985) hal. 32
[4] Muhammad
Ar-Rifa’i Nasib,. Ringkasang Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 ,(Jakarta: Gema
Insani Perss. 1999) hal. 297-298
[5]Didin
Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani
Perss. 2002) hal. 86
[6] Ahmad
Djalaluddin, Manajemen Qur’ani
Menerjemahkan Ahkam Idarah Ilahiyah dalam Kehidupan, (Malang: UIN.Malang
Press, 2007) hal 179-181
[8] Ilfi Nur
Diana, Hadits-Hadits Ekonomi,
(Malang: UIN Malang Press, 2008). Hal. 45
[9] Dahlan
Saleh, dkk, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis
Turunnya Al-Qur’an, ( Bandung: CV. Penerbit Dipenegoro, 2007) hal. 73-74
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Tafsirnya Jilid I, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an,
1975) hal. 268
[11] Imam
Al-Mahalli Jalaluddin, dan Imam As-Suyuthi Jalaluddin, Tafsir Jalalain.
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1990) hal. 354
[12] Dahlan
Saleh, Op Cit, hal 10
[13] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir
Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010) hal. 247
[14] Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya Juz I s/d
XV, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993,) hal. 108-109
[15] Dwi
Suwiknyo, Op Cit, hal. 245
[16] Sayyid
Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: dibawah
naungan al-Qur’an. Terj. As’ad Yasin, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2004)
hal. 234-235
[17] Dahlan
Saleh, Op Cit, hal. 345
No comments:
Post a Comment